KESENIAN RAKYAT GOWA
Memang tak ada orang yang tahu persis
sejarah Pakarena. Tapi dari cerita-cerita lisan yang berkembang, tak
diragukan lagi tarian ini adalah ekspresi kesenian rakyat Gowa.
Menurut Munasih Nadjamuddin yang seniman Pakarena, tarian Pakarena berawal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting langi (negeri kahyangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dulu. Sebelum detik-detik perpisahan, boting langimengajarkan penghunilino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam, beternak hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat penduduklino menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting langi.
Sebagai
seni yang berdimensi ritual, Pakarena terus hidup dan menghidupi ruang
batin masyarakat Gowa dan sekitarnya. Meski tarian ini sempat menjadi
kesenian istana pada masa Sultan Hasanuddin raja Gowa ke-16, lewat
sentuhan I Li’motakontu, ibunda sang Sultan. Demikian juga saat seniman
Pakarena ditekan gerakan pemurnian Islam Kahar Muzakar karena dianggap
bertentangan dengan Islam. Namun begitu tragedi ini Tarian Pakarena dan
musik pengiringnya bak angin kencang dan gelombang badai. Terang musik
Gandrang Pakarena bukan hanya sekedar pengiring tarian. Ia juga sebagai
penghibur bagi penonton. Suara hentakan lewat empat Gandrang atau
gendang yang ditabuh bertalu-talu ditimpahi tiupan tuip-tuip atau
seruling, para pasrak atau bambu belah dan gong, begitu mengoda
penontonya.
Komposisi dari sejumlah alat musik tradisional yang
biasanya dimainkan 7 orang ini, dikenal dengan sebutan Gondrong Rinci.
Pemain Gandrang sangat berperan besar dalam musik ini. Irama musik yang
dimainkan sepenuhnya bergantung pada pukulan Gandrang. Karena itu,
seorang pemain Gandrang harus sadar bahwa ia adalah pemimpin dan ia
paham akan jenis gerakan Tari Pakarena.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar